Pernah ga sih lihat ada anak yang nangis di mall kalo pengen sesuatu tus ga dipenuhi orang tuanya? Yang nangisnya jerit2, sampe suka pukul2 dan ga bisa ditenangin sama orang tuanya? Pasti pernah ya.. dan apa yang dirasain kalo liat anak kaya gitu? Mmm.. jujur kalo aku pasti kesel banget.. Aku ga kepengen deh, nanti Ofal kaya gitu.. ga bisa menguasai dirinya sendiri. istilahnya kerennya sih temper tantrum.
Makanya pas waktu itu buka TUM, tus ada pengumuman bakal diadakan seminar dengan judul "Selesaikan tantrum sedini mungkin" aku antusias banget.. pengen ikutan. Kasih tau ayah, eh ayah malah lebih semangat lagi.. Sayangnya pas hari H nya, Ofal malah sakit.. Mau ninggalin Ofal di rumah ga tega.. Jadinya biarin deh ayah aja yang pergi.. yang penting ada yang mewakili untuk menyerap ilmunya.. ^^
Ini aku rangkumin apa yang udah ayah ceritain ke aku.. Mudah2an bisa jadi pengingat ketika aku menghadapi tantrumnya Ofal nanti.. eh tapi mudah2an Ofal ga pernah tantrum deng.. hehehe..
Jadi apakah itu temper tantrum?
Menurut Toge Aprilianto adalah letupan emosi yang tampil dalam bentuk perilaku agresif tak terkendali. Tantrum ini biasanya terjadi karena situasi yang mengecewakan dan biasanya si anak akan kehilangan kendali atas tubuhnya. Letupan emosi ini dapat ditampilkan secara agresif terhadap orang lain (memukul, berteriak, menggigit) dan bisa juga ditampilkan secara pasif (menarik diri).
Apakah tantrum itu berbahaya?
Tantrum disebut berbahaya karena biasanya tampil dalam bentuk perilaku menyakiti diri sendiri, orang lain dan merusak.
Ternyata sebenarnya tantrum pada umur 0-3 tahun itu adalah suatu hal yang wajar. Karena pada umut ini anak sedang belajar menghadapai kekecewaan ketika apa yang diingininya tidak terpenuhi. Emosi yang timbul akibat kekecewaan ini, seperti marah, sedih, kesal adalah suatu hal yang natural. Namun terkadang orangtua tidak mengerti apa yang dirasakan oleh anaknya dan tidak membiarkan /mengajarkan anak untuk menyalurkan emosinya secara benar. Misalkan, ketika anak menangis karena kecewa, orang tua berusaha untuk mengalihkan perhatiannya agar si anak dengan cepat berhenti menangis. Dengan begitu, anak tidak secara tuntas meluapkan emosinya. Jika dibiarkan terus akan muncul yang disebut dengan tumpukan emosi, yang suatu saat dapat muncul tak terkendali sebagai temper tantrum.
Sebaiknya ketika anak sedang merasakan luapan emosi, orang tua tetap mendampingi tanpa interverensi. Biarkan anak merasakan emosi yang sedang terjadi. Orang tua juga dapat mengajarkan cara meluapkan emosi secara benar, misalkan boleh menangis, atau teriak dengan menutup mulut menggunakan bantal.
Tantrum menjadi tidak wajar bila ditampilkan oleh anak berusia di atas 3 tahun, karena itu tanda bahwa dia belum sanggup menghadapi rasa kecewa. Tantrum pada usia ini akan lebih sulit dikelola karena kekuatan fisik si anak sudah lebih besar. Dan biasanya berpotensi memicu banyak masalah baru, terutama perilaku berbohong sebagai upaya mendapatkan keinginannya atau untuk menghindari kekecewaan alih2 menerima kekecewaan tersebut.
Oleh karena itu tantrum perlu dituntaskan sebelum anak menginjak 3 tahun, karena pada masa 3-6 tahun anak akan mulai memasuki fase otonom diri.
Jika dihambat, akan memicu pertengkaran dengan anak yang sifat dasarnya aktif-agresif, dan akan membangun dendam atau menjadi bibit depresi bila sifat si anak tergolong pasif-defensif.
Bila dibiarkan akan membangun sifat egois, sehingga sulit mendampinginya untuk menjadi pribadi yang dewasa (sanggup berpikir, belajar dan memerhatikan kepentingan orang lain).
Kegagalan mengatasi tantrum akan mengganggu fase otonom dirinya, karena kurangnya kesanggupan menghadapi kecewa akan membuat anak selalu menuntut dan menyalahkan orang lain sebagai penyebab kesulitan atau kekecewaan yang dia hadapi.
Hal ini bisa dituntaskan melalui program belajar memilih yang sebaiknya dilakukan sejak usia sekitar 9 bulan atau paling lambat 1 tahun. Asumsinya di usia itu anak sudah menguasai konsep menginginkan dan menolak. Tujuannya agar anak memahami bahwa tidak semua keinginan dapat diperoleh sehingga ia perlu siap menghadapi kekecewaan akibat gagal memperoleh apa yang diinginkan berdasarkan pilihan yang diambilnya sendiri, melatih anak bertanggung jawab atas pilihannya, melatih anak untuk sepakat, dan belajar interaksi.
Contoh program memilih ini, misalkan ketika si anak tidak mau makan. Kita membujuknya dengan memberikan pilihan. Tentu saja pilihannya bukan mau makan atau ga mau makan? Tapi dengan misalkan, ade mau makannya sama siapa? Sama uyut, sama bunda atau sama ayah? Berikan pilihan yang win-win solution. Sehingga anak pun tidak merasa dipaksa untuk makan.
Tahapan memilih ini dimulai dari enak vs enak, enak vs tidak enak, dan tidak enak vs tidak enak.
Ketika anak mengalami tantrum sebaiknya biarkan saja, tunggu si anak sampai tenang. Karena emosi anak ketika tantrum itu lebih baik disalurkan dengan catatan tidak merusak atau menyakiti. Sehingga diharapkan, di kemudian hari anak dapat mengelola emosinya sendiri dengan lebih baik.
Dari beberapa artikel yang aku baca, tantrum juga dapat dipicu oleh :
1. Frustrasi. Jangan dikira hanya orang dewasa saja yang bisa frustrasi. Anak-anak pun mengalami hal ini. Misalnya, anak-anak akan menjadi cepat marah manakala mereka tidak bisa mencapai sesuatu yang sangat mereka inginkan. Dalam artian, mereka gagal. Kegagalan memicu rasa frustrasi, dan akhirnya kemarahan itupun meledak.
2. Lelah. Anak-anak yang kelelahan, akan menjadi mudah marah. Aktivitasnya yang padat dan sedikit waktu bermain akan membuat anak-anak cepat marah dan emosi.
3. Orangtua terlalu mengekang. Sikap orangtua yang terlalu banyak mendikte dan mengekang anak, juga dapat berpengaruh bagi emosinya. Anak-anak yang merasa jenuh dengan kekangan orangtuanya, suatu saat akan mencapai titik puncak kejenuhan. Dan marah-marah adalah salah satu bentuk ledakan tersebut.
4. Sifat dasar anak yang emosional. Beberapa anak mewarisi sifat dasar emosional dari orangtuanya. Mereka ini cenderung tidak sabaran, gampang marah meski karena hal-hal kecil.
Berikut adalah tips mengatasi temper tantrum anak (sumber KoranTempo, 1 April 2007)
- Tetap tenang beri anak waktu menguasi diri nya sendiri
- Jangan hiraukan anak hingga dia bisa lebih tenang
- Lakukan apapun yang sedang anda lakukan selama masa tantrum berlangsung
- Jangan memukul atau melakukan hukuman fisik apapun
- Jangan menyerah pada tantrum anak, begitu menyerah mereka akan belajar mempergunakan perilaku tak pada tempatnya untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan
- Jangan menyuap anak dengan hadiah untuk menghentikan tantrum karena akan membuat anak-anak belajar bertindak tak semestinya untuk mendapatkanya
- Singkirkan barang-barang yang berpotensi bahaya dari jangkauan anak-anak
- kita juga harus mendengarkan apa yang membuat anak kita kesal, marah ataupun sedih. Kadang anak belum tahu emosi apa yang dia rasakan itu. Karenanya kita perlu mengenalkan pada anak jenis-jenis emosi
- Terakhir berilah pelukan yang menunjukkan jika kita sayang padanya. Pelukan merupakan terapi emosi yang baik. Dan kegunaan hug therapy antara lain adalah: penyaluran energi ketenangan dan kedamaian, mengendurkan urat syaraf yang tegang, meningkatkan kadar hemoglobin, terapi masalah emosi maupun fisik.
Sumber : rangkuman beberapa artikel di internet (lupa pastinya dapet darimana ya?) dan handout seminar "Selesaikan tantrum sedini mungkin"
0 comments:
Post a Comment